PertempuranBadar (bahasa Arab: غزوة بدر, translit. gazwah badr ), adalah pertempuran besar pertama antara umat Islam melawan musuh-musuhnya. Perang ini terjadi pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624). Pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan
SecuilKisah Keberanian Muslimin di Lembah Badar. Redaksi Annur2 18 Februari 2022. (Tafsir Surah Al-Anfal ayat 43 dan 44) “ (43) (yaitu) ketika Allah menampakkan mereka kepadamu di dalam mimpimu (berjumlah) sedikit. Dan sekiranya Allah memperlihatkan mereka kepada kamu (berjumlah) banyak tentu saja kamu menjadi gentar dan tentu saja kamu akan
AHADPERANG BADAR KOMIK SEJARAH PERADABAN ISLAM. Dinilai 0 dari 5. Rp 40.000. Al Ma’tsurat Kubro. Dinilai 0 dari 5. Rp 5.000. Al Matsurat sugra. Dinilai 0 dari 5. Rp 2.000. At Tibyan Adab Berinteraksi dengan Al QUr’an. Dinilai 0 dari 5. Rp 90.000. JATUH UNTUK BANGKIT. Dinilai 0 dari 5. Rp 40.000. Komik HEYYO 24 JAM BERPAHALA.
DuelMaut Rasulullah dengan Ubay bin Khalaf. Ahad, 22 April 2018 | 15:30 WIB. Rasulullah memimpin langsung 27 peperangan yang terjadi pada masanya. Namun, hanya sembilan peperangan saja yang berakhir dengan pertempuran karena selebihnya musuh menyerah secara damai. Perang Waddan (al-Abwa’) merupakan perang pertama yang diikuti
Kejadiandi Pertempuran Badar : Dalam risalah ini kita diajak untuk menelusuri kejadian-kejadian dahsyatnya pertempuran Badar, adu strategi, tipu muslihat peperangan
Ceritakan kepada mereka kelebihan kita dan kekurangan lawan,” ujar Jokow di Hotel Mercure, Banjarmasin, Ahad (25/05/2014) “Perang Badar” “Jadikan Pilpres saat ini sebagai Perang Badar,” ucapnya. Guru Besar UGM ini pun menyampaikan Timses Prabowo-Hatta agar bersatu, kuat, dan menang serta mengajak menghindari sebagaimana
Peranginilah yang dinamai perang Badar Kubra, terjadi pada tujuh belas Ramadhan tahun kedua Hijrah. Kemudian ternyata, bahawa Allah telah mengirimkan pertolonganNya kepada ummat Islam dalam perang itu. Bukan saja pertolongan yang berupa angin dan debu, tetapi pula beberapa Malaikat, sebagai ternyata dalam wahyu Allah yang datang kemudian.
GusJn. loading...Abu Jahal adalah penyulus perang Badar dan dia akhirnya tewas dalam perang tersebut. Foto/Ilustrasi Ist Permusuhan Abu Jahal kepada Rasulullah SAW mencapai puncaknya pada saat Perang Badar . Dia menjadi pengobar semangat perang kaum Quraisy . Akhirnya, dia terbunuh dalam perang ini. Sebelum berangkat ke Badar, terjadi friksi di tubuh pasukan Quraisy. Sebagian pihak melihat urgensi perang itu sudah tidak ada lagi karena ltujuan mereka sebenarnya adalah mengamankan kafilah dagang Abu Sufyan yang saat itu sudah selamat sampai di Mekkah. Namun, di pihak lain, Abu Jahal dan pemuka Quraisy yang lain berpendapat bahwa momen tersebut sangat tepat untuk memberi pelajaran kepada kaum tidak tahan lagi karena merasa dianggap remeh oleh kekuatan kaum Muslim yang dulu lemah dan terusir dari mereka. Mereka merasa harga diri mereka telah diinjak-injak oleh Rasulullah Saw. dan para pengikutnya. Baca Juga Melihat perbedaan tersebut, Abu Jahal menggunakan lidahnya yang tajam untuk menyulut semangat juang dan mengobarkan semangat tempur kaum Quraisy. Bahkan, dia tak segan-segan mengucapkan kata-kata sinis kepada Umayyah ibn Khalaf yang merupakan salah seorang tokoh Quraisy karena berada di pihak yang tidak ingin berangkat perang. Beberapa waktu sebelum berangkat ke Badar, Abu Jahal bersama 'Uqbah ibn Abi Mu'aith sempat menyambangi Umayyah. Abu Jahal datang membawa celak dan pemalitnya, sedangkan 'Uqbah membawa tempat kemenyan dan api. Abu Jahal dan Uqbah tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memantik semangat berperang Umayyah dan membuatnya berbalik arah. Setelah menaruh perapian kemenyan itu di hadapan Umayyah, 'Uqbah berujar meledek, “Abu Ali, pakailah perapian ini karena engkau perempuan." Abu Jahal pun tak mau kalah. Dia juga berkata dengan sinis, “Bercelaklah, Abu 'Ali, karena engkau perempuan." Tersulut dengan ejekan Abu Jahal dan Uqbah, Umayyah pun langsung minta dibelikan unta yang paling baik untuk digunakannya berangkat ke medan perang." Abu Jahal pasti tidak menyangka bahwa keberangkatannya ke medan Perang Badar merupakan malapetaka besar dalam hidupnya. Pasukan Quraisy menghadapi kekalahan dan dia tewas dalam perang itu. Sebagai seorang musuh yang terkenal dengan kebenciannya kepada Rasulullah SAW, Abu Jahal menjadi incaran saat Perang Badar. Abdurrahman ibn 'Auf berkata betapa semangatnya para sahabat berjuang untuk memberi pelajaran kepada musuh Allah, terutama Abu Jahal, musuh Islam paling nyata. Baca Juga Abdurrahman ibn 'Auf mengisahkan, suatu ketika, saat sedang berada di tengah-tengah pasukan Perang Badar, aku melirik ke kanan dan kiri dan melihat dua orang remaja Anshar yang masih sangat belia. Aku berangan-angan, seandainya aku sekuat salah seorang di antara mereka. Salah seorang dari mereka kemudian memberi isyarat dan bertanya, "Paman, apakah paman kenal dengan Abu Jahal?” Lalu Abdurrahman ibn 'Auf menjawab, "Ya. Apa urusan kalian berdua dengannya?" Kemudian, salah seorang di antara mereka berkata, “Aku dengar dia mencaci maki Rasulullah SAW. Demi Zat yang menggenggam jiwa, jika melihatnya, aku tak akan berpisah satu sama lain sampai salah satu dari kami tewas lebih cepat daripada yang lain." Abdurrahman ibn 'Auf mengaku kaget mendengar kata-kata remaja itu. Temannya pun memberi isyarat dan mengatakan hal yang sama. Tak berapa lama, Abu Jahal terlihat oleh Abdurrahman ibn 'Auf sedang berputar-putar di tengah kerumunan. Kemudian, ia berkata kepada kedua remaja itu,"'Kalian lihat? Itulah orang yang kalian tanyakan tadi."Dalam Perang Badar, Abu Jahal baru terjun ke medan perang saat perang telah berkecamuk dan kedua pasukan sudah sama-sama menyerbu. Namun, kedua remaja yang dikisahkan “Abdurrahman tersebut berhasil membunuh Abu Jahal. Usai melaksanakan tugas mulia itu, mereka melapor kepada Rasulullah SAW.
Perang Badar Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim Muslimin mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah menghantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraish maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari. Kafir Quraish ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil termasuk 2 ekor kuda, keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka. Rasulullah SAW dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau SAW ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita. Beliau SAW mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak di antara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka. Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad ra., dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah SAW!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa AS, 'Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk menunggu di sini' Dalam surah Al-Maidah. Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !". Rasulullah SAW merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau SAW. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat 'Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah SAW di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa'ad bin Muadh angkat bicara, "Ya Rasulullah SAW mungkin yang engkau maksudkan adalah kami". Rasulullah SAW menyetujuinya. S'ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata, "Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan thaat kepadamu... Demi ALlah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidaka ada seorangpun dari kami yang akan tertinggal di belakang... Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu. Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah". Rasulullah sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beluai bersabda, "Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya khafilah dagang atau perang, dan demi Allah, seolah olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah". Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah. Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir ra., bertanya kepada Rasulullah SAW, " Apakah ALlah mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau ianya strategi perang hasil keputusan musyawarah?". Rasulullah SAW bersabda, "Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah". Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah SAW agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraish dari mendapatkan air. Rasulullah SAW menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya [*]. Kemudian Sa'ad bin Muadh mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah SAW untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah SAW dan Abu Bakar ra. tinggal di dalam benteng sementara Sa'ad bin Muadh dan sekumpulan lelaki menjaganya. Rasulullah SAW telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdoa dan beribadah walaupun beliau SAWmengetahui bahwa Allah ta'ala telah menjanjikannya kemenangan. Ianya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahandiri kepada Allah ta'ala dengan ibadah yang Beliau SAW kerjakan. Dan ianya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai 'ainul yaqiin. PERANG KHANDAK Di Madinah terdapat komplot yang mahu membunuh Nabi, yang digerakkan oleh orang orang Yahudi Banu Nadhir. Di kala Nabi berjalan jalan di lorong mereka, nyaris saja Nabi dapat mereka bunuh. Untung Nabi dapat mengetahui terlebih dahulu, sehingga terhindar dari bahaya. Hal ini ternyata melanggar perjanjian mereka dengan Nabi. Kerana ini, sesuai dengan perjanjian itu, maka Nabi mengeluarkan perintah agar semua bangsa Yahudi keluar dari kota Madinah dan kepada mereka diizinkan membawa semua harta benda dan kekayaan mereka. Tetapi mereka menentang perintah ini kerana merasa kuat dan mengharapkan bantuan Abdullah bin Ubay. Sesudah dikepung oleh tentera Islam, mereka menyerah kalah, dilucutkan senjata dan diusir keluar Madinah. Pengusiran ini terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal tahun keempat Hijrah. Dengan pengusiran ini, bergabunglah kekuatan Yahudi dengan kekuatan kaum kafir Quraisy yang ada di kota Makkah, untuk menyerang Nabi dan ummat Islam. Kekuatan mereka ditambah lagi dengan bergabungnya orang Ghatafan dan Habsyi. Kota Madinah dikepung dari segala pihak oleh tentera gabungan musuh ini. Menurut nasihat Salman al-Farisi sahabat Nabi bangsa Persia, Nabi memerintahkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah, lebih lebih daerah yang kurang kuat pertahanannya. Satu sektor dan parit ini, diserahkan kepada Banu Quraidzah mempertahankannya. Di luar parit pertahanan itu, tampak tentera musuh berkumpul dengan khemah mereka, yang berjumlah tidak kurang dari sepuluh ribu tentera, terdiri dari kaum Quraisy, Banu Kinanah, Ghatafan, Tihamah dan Najid. Nabi hanya dapat mengumpulkan tentera dua ribu orang. Setiap tentera Islam sudah siap di pinggir parit pertahanan, mereka menanti musuh yang datang menyerang. Setiap musuh yang datang menyerang, dapat diundurkan. Akhirnya musuh mengundur diri dan mengubah cara dengan menghalang agar penduduk kota Madinah mati kelaparan. Dua puluh hari dua puluh malam lamanya halangan itu dijalankan. Kaum Muslimin mulai diserang kelaparan. Keadaan bertambah sulit bagi ummat Islam, setelah pemimpin Banu Quraidzah yang bernama Ka'ab bin Asad menyeleweng dan lari ke pihak musuh, sedang dia adalah orang yang tahu benar strateji pertahanan Nabi. Ramai tentera Islam yang takut dan khuatir kerana peristiwa itu. Mereka khuatirkan kalau kalau kerana pengaruh orang orang munafik yang menyeleweng itu, teman temannya yang lain dalam tentera Islam akan turut menyeleweng sama. Setelah lebih dua puluh hari, tentera musuh tidak tahan hati, lalu menyerbu dengan melompati parit yang agak sempit dengan kuda mereka. Ali yang berbadan kecil itu, telah dapat membunuh pemerintah tentera musuh yang bernama 'Amru bin Abdu Wid yang berbadan besar dan gemuk. Sedang Safiah, anak perempuan nenek Nabi Abdul Muttalib, dapat menewaskan pemuka Yahudi. Kerana keadaan, Nabi mengadakan tipu muslihat. Nu'aim adalah pemuka bangsa Ghatafan yang telah masuk Islam tetapi tidak diketahui oleh kaumnya, diutus oleh Nabi untuk menemui musuh dengan tipu muslihat. Bangsa Ghatafan Yahudi dihasutnya untuk tidak percaya kepada bangsa Quraisy dan sebaliknya bangsa Quraisy pun dihasutnya supaya tidak percaya kepada bangsa Ghatafan, dengan kata katanya. Barisan musuh mulai saling mencurigai antara satu sama lain. Di kala itu turunlah angin keras, menyebabkan musuh lebih kelam kabut takut kepada kawan sendiri. Akhirnya mereka mengundurkan diri ke kampungnya masing masing. Setelah tempat itu bersih dari semua tentera musuh, Nabi lalu berkata kepada kaum Muslimin "Ini adalah kali penghabisan buat bangsa Quraisy menyerang kita. Mulai sekarang kita diwajibkan menyerang mereka." Sebelum sembahyang Asar di hari itu juga, di kala tentera Islam yang letih dan lesu itu sedang beristirahat, tiba tiba terdengar mu'azzin azan dengan suara yang nyaring. Kaum Muslimin lalu berkumpul mahu sembahyang. Tetapi sebelum sembahyang, mu'azzin itu menyiarkan perintah Nabi yang berbunyi "Barangsiapa yang suka mendengar dan patuh, tidaklah ia sembahyang Asar hari ini, kecuali di tempat kediaman Banu Quraidzah." Hal ini bererti bahawa mereka di saat itu juga harus menyerang Banu Quraidzah yang telah mengkhianati kaum Islam di medan perang dan ini adalah perintah Malaikat kepada Nabi. Dua puluh lima hari lamanya Banu Quraidzah yang terdiri dari bangsa Yahudi itu dikepung dan akhirnya menyerah kalah. Kaum Aus meminta kepada Nabi, agar mereka itu jangan dibunuh, tetapi diusir saja seperti Banu Nadhir dahulu. Tetapi mengingat besarnya pengkhianatan mereka, Nabi tidak dapat menghukum mereka dengan hanya mengusir saja, yang mungkin akan menambah kekuatan musuh pula jadinya. Akhirnya Nabi mendapat akal baru. Sa'ad bin Mu'az diangkat Nabi menjadi hakim terhadap tawanan tawanan itu. Nabi menyerahkan keputusan kepada hakim ini. Mendengar itu kaum Aus merasa puas dan Banu Quraidzah sendiri pun timbul harapan bagi mereka. Sa'ad sendiri di perang Khandak, kena panah dari kaum Quraidzah ini. Dia mendoa agar dia jangan mati dahulu sebelum dapat menghukum kaum pengkhianat ini. Banu Quraidzah dimintanya bersumpah untuk tunduk atas keputusan yang akan diambilnya. Setelah sumpah selesai, Sa'ad bin Mu'az lalu menetapkan keputusan sebagai berikut "Lelaki bangsa Quraidzah dibunuh semua yang bersalah, harta bendanya dibagi bagi dan anak anak serta perempuan perempuannya ditawan." Tujuh ratus orang lelaki Banu Quraidzah yang khianat itu pun dibunuh, kerana dosa mereka yang besar sekali. Begitulah hukum yang ditetapkan Tuhan bagi mereka. Sejak hari itu, tamatlah riwayat bangsa Yahudi dari kota Madinah. Sebahagian mereka pindah ke Syria, sebahagian lagi ke Khaibar. Begitulah nasib mereka kerana melanggar perjanjian dan mengkhianati langsung umat Islam dan Nabi. PERANG UHUD Pengalaman pahit yang dirasakan oleh kaum Quraisy dalam perang Badar telah menyisakan luka mendalam nan menyakitkan. Betapa tidak, walaupun jumlah mereka jauh lebih besar dan perlengkapan perang mereka lebih memadai, namun ternyata mereka harus menanggung kerugian materi yang tidak sedikit. Dan yang lebih menyakitkan mereka adalah hilangnya para tokoh mereka. Rasa sakit ini, ditambah lagi dengan tekad untuk mengembalikan pamor Suku Quraisy yang telah terkoyak dalam Perang Badar, mendorong mereka melakukan aksi balas dendam terhadap kaum Muslimin. Sehingga terjadilah beberapa peperangan setelah Perang Badar. Perang Uhud termasuk di antara peperangan dahsyat yang terjadi akibat api dendam ini. Disebut perang Uhud karena perang ini berkecamuk di dekat gunung Uhud. Sebuah gunung dengan ketinggian 128 meter kala itu, sedangkan sekarang ketinggiannya hanya 121 meter. Bukit ini berada di sebelah utara Madinah dengan jarak 5,5 km dari Masjid Nabawi. WAKTU KEJADIAN Para Ahli Sirah sepakat bahwa perang ini terjadi pada bulan Syawwâl tahun ketiga hijrah Rasulullâh Salallahu Alaihi Wassalam ke Madinah. Namun mereka berselisih tentang harinya. Pendapat yang yang paling masyhûr menyebutkan bahwa perang ini terjadi pada hari Sabtu, pertengahan bulan Syawwal. PENYEBAB PERANG Di samping perang ini dipicu oleh api dendam sebagaimana disebutkan diawal, ada juga penyebab lain yang tidak kalah pentingnya yaitu misi menyelamatkan jalur bisnis mereka ke Syam dari kaum Muslimin yang dianggap sering mengganggu. Mereka juga berharap bisa memusnahkan kekuatan kaum Muslimin sebelum menjadi sebuah kekuatan yang dikhawatirkan akan mengancam keberadaan Quraisy. Inilah beberapa motivasi yang melatarbelakangi penyerangan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap kaum Muslimin di Madinah. JUMLAH PASUKAN Kaum Quraisy sejak dini telah mempersiapkan pasukan mereka. Barang dagangan dan keuntungan yang dihasilkan oleh Abu Sufyân beserta rombongan yang selamat dari sergapan kaum Muslimin dikhususkan untuk bekal pasukan mereka dalam perang Uhud. Untuk menyukseskan misi mereka dalam perang Uhud ini, kaum Quraisy berhasil mengumpulkan 3 ribu pasukan yang terdiri dari kaum Quraisy dan suku-suku yang loyal kepada Quraisy seperti Bani Kinânah dan penduduk Tihâmah. Mereka memiliki 200 pasukan berkuda dan 700 pasukan yang memakai baju besi. Mereka mengangkat Khâlid bin al-WalÃd sebagai komandan sayap kanan, sementara sayap kiri di bawah komando Ikrimah bin Abu Jahl. Mereka juga mengajak beberapa orang wanita untuk membangkitkan semangat pasukan Quraisy dan menjaga mereka supaya tidak melarikan diri. Sebab jika ada yang melarikan diri, dia akan dicela oleh para wanita ini. Tentang jumlah wanita ini, para Ahli Sirah berbeda pendapat. Ibnu Ishâq rahimahullah menyebutkan bahwa jumlah mereka 8 orang, al-Wâqidi rahimahullah menyebutkan 14 orang, sedangkan Ibnu Sa’d rahimahullah menyebutkan 15 wanita. MIMPI RASÛLULLÂH SHALLALLÂHU 'ALAIHI WASALLAM Sebelum peperangan ini berkecamuk, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam diperlihatkan peristiwa yang akan terjadi dalam perang ini melalui mimpi. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menceritakan mimpi ini kepada para Sahabat. Beliau Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda “Saya bermimpi mengayunkan pedang lalu pedang itu patah ujungnya. Itu isyarat-pent musibah yang menimpa kaum Muslimin dalam Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi pedang itu lalu pedang itu baik lagi, lebih baik dari sebelumnya. Itu isyarat –pent- kemenangan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan persatuan kaum Muslimin. Dalam mimpi itu saya juga melihat sapi –Dan apa yang Allah lakukan itu adalah yang terbaik- Itu isyarat terhadap kaum Muslimin yang menjadi korban dalam perang Uhud. Kebaikan adalah kebaikan yang Allah Ta’ala anugerahkan dan balasan kejujuran yang Allah Ta’ala karuniakan setelah perang Badar”. Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menakwilkan mimpi Beliau ini dengan kekalahan dan kematian yang akan terjadi dalam Perang Uhud. Saat mengetahui kedatangan Quraisy untuk menyerbu kaum Muslimin di Madinah, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam mengajak para Sahabat bermusyawarah untuk mengambil tindakan terbaik. Apakah mereka tetap tinggal di Madinah menunggu dan menyambut musuh di kota Madinah ataukah mereka akan menyongsong musuh di luar Madinah? Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam cenderung mengajak para Sahabat bertahan di Madinah dan melakukan perang kota, namun sekelompok kaum Anshâr radhiallahu'anhum mengatakan, “Wahai Nabiyullâh! Sesungguhnya kami benci berperang di jalan kota Madinah. Pada jaman jahiliyah kami telah berusaha menghindari peperangan dalam kota, maka setelah Islam kita lebih berhak untuk menghindarinya. Cegatlah mereka di luar Madinah !" Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersiap untuk berangkat. Beliau mengenakan baju besi dan segala peralatan perang. Setelah menyadari keadaan, para Sahabat saling menyalahkan. Akhirnya, mereka mengatakan “Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam menawarkan sesuatu, namun kalian mengajukan yang lain. Wahai Hamzah, temuilah Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan katakanlah, “Kami mengikuti pendapatmu”". Hamzah radhiallahu’anhu pun datang menemui Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dan mengatakan, Wahai Rasulullâh, sesungguhnya para pengikutmu saling menyalahkan dan akhirnya mengatakan, Kami mengikuti pendapatmu.’ Mendengar ucapan paman beliau ini, Rasulullâh Salallahu Alaihi Wassalam bersabda Sesungguhnya jika seorang Nabi sudah mengenakan peralatan perangnya, maka dia tidak akan menanggalkannya hingga terjadi peperangan’. Keputusan musyawarah tersebut adalah menghadang musuh di luar kota Madinah. Ibnu Ishâq rahimahullah dan yang lainnya menyebutkan bahwa Abdullâh ibnu Salûl setuju dengan pendapat Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam untuk tetap bertahan di Madinah. Sementara at-Thabari membawakan riwayat yang berlawanan dengan riwayat Ibnu Ishâq rahimahullah, namun dalam sanad yang kedua ini ada orang yang tertuduh dan sering melakukan kesalahan. Oleh karena itu, al-Bâkiri dalam tesisnya lebih menguatkan riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishâq rahimahullah. Para Ulama Ahli Sirah menyebutkan bahwa yang memotivasi para Sahabat untuk menyongsong musuh di luar Madinah yaitu keinginan untuk menunjukkan keberanian mereka di hadapan musuh, juga keinginan untuk turut andil dalam jihad, karena mereka tidak mendapat kesempatan untuk ikut dalam Perang Badar. Sementara, Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam lebih memilih untuk tetap tinggal dan bertahan di Madinah, karena Beliau ingin memanfaatkan bangunan-bangunan Madinah serta memanfaatkan orang-orang yang tinggal di Madinah. PELAJARAN DARI KISAH Kaum Muslimin yang sedang berada di daerah, jika diserbu oleh musuh, maka mereka tidak wajib menyongsong kedatangan musuh. Mereka boleh tetap memilih bertahan di rumah-rumah mereka dan memerangi musuh di sana. Ini jika strategi ini diharapkan lebih mudah untuk mengalahkan musuh. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam dalam Perang Uhud.
BADAR, - Sejarah Perang Badar terjadi pada 17 Maret 624 Masehi atau tanggal 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah. Perang Badar melibatkan 314 pasukan kaum Muslimin melawan lebih dari orang Quraisy. Ini merupakan perang pertama yang dijalani kaum Muslimin sejak peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW pada 622 juga Kisah Perang Sejarah Penaklukan Konstantinopel oleh Turki Ottoman Melansir buku Ringkasan Tafsir Ibnu Kasir 1999 karya Muhammad Nasib Ar-Riva, Badar adalah nama suatu tempat yang terletak di antara Mekkah dan Madinah. Di situ terdapat sumber mata air Badar, sehingga perang tersebut dinamakan Perang mula Perang Badar Melansir artikel pada 16 Mei 2020, Perang Badar bermula dari tersiarnya kabar di Kota Madinah tentang kafilah besar kaum Quraisy yang berangkat meninggalkan Syam untuk pulang ke Mekkah. Kafilah itu membawa barang perniagaan yang sangat besar nilainya, dengan ekor unta untuk membawa barang-barang berharga. Baca juga Kisah Perang Salib Sejarah Perebutan Yerusalem Selama 200 Tahun Kaum Muslimin lalu mengadang kafilah dagang Abu Sufyan yang membawa barang dagangan Quraisy dari Syam. Motif pengadangan adalah keinginan kaum Muslimin untuk mengambil hak-hak mereka yang dulu dirampas kaum Quraisy. Sementara itu di kalangan kaum Quraisy sendiri, tumbuh kecemburuan terhadap perkembangan kota Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.
- Salah satu kejadian penting pada bulan Ramadan di masa awal perkembangan Islam ialah perang Badar. Saat bertempur dengan kaum kafir Quraisy di perang itu, pasukan Islam sedang berpuasa. Kondisi lapar dan haus tidak menahan para sahabat untuk berperang menegakkan panji Islam di awal masa kenabian Rasulullah SAW tersebut. Perang Badar terjadi pada tanggal 13 Maret 624 M, atau hari ke-17 Ramadan tahun 2 hijriah. Jadi, perang Badar berlangsung tepat pada tanggal 17 Ramadhan. Dikutip dari NU Online, perang badar juga terjadi pada tahun pertama umat Islam diwajibkan puasa pada bulan Badar sebenarnya merupakan penyergapan pada kafilah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ekspedisi dagang dari Suriah. Penyergapan tersebut penting karena menjadi simbol politis dari pengaruh Islam di tanah Arab. Dalam bukunya, Muhammad Prophet for Our Time 2006, Karen Amstrong menulis bahwa Abu Sufyan kemudian mendengar kabar, kaum muslimin bermaksud menyerang kafilahnya. Karena itu, Abu Sufyan mengambil rute berbeda, bertolak menjauhi jalur pantai Laut Merah dan mengirim utusan untuk berangkat duluan ke Makkah demi meminta bantuan. Mendengar bahwa umat Islam akan menyerang kafilah Abu Sufyan, kaum Quraisy Makkah menjadi berang. Rencana penyergapan oleh pasukan muslim Madinah itu dinilai menodai kehormatan kaum Quraisy. Maka itu, kabilah-kabilah di Makkah segera memasok bala tentara dengan jumlah total 1000 orang guna menghadapi pasukan Islam yang jumlahnya jauh lebih sedikit. Di antara pasukan Quraisy itu, bahkan terdapat kerabat Rasulullah SAW dari kabilah bani Hasyim, seperti paman nabi, Abbas bin Abdul Muthallib, Hakim sepupu Khadijah, dan sebagainya. Pertempuran besar dalam perang Badar sebenarnya di luar perkiraan umat Islam. Sejak awal, Nabi Muhammad SAW merencanakan pengerahan pasukan muslim buat penyergapan biasa, bukan demi perang besar. Karena itulah, pasukan Islam saat itu tidak banyak, hanya 313 orang. Tariq Ramadan dalam buku Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 menuliskan ketika kedua pasukan berkemah di Badar, tampak sekali perbedaan kekuatan antara tentara Quraisy dan pasukan muslim. Ketika melihat besarnya tentara Makkah berserta banyaknya persenjataan, zirah, tombak, pedang, dan alat-alat tempur yang lengkap, Nabi Muhammad SAW sempat menangis dan lalu bermunajat, dengan membaca doa“Ya Allah, jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.”Setelah itu, Nabi Muhammad SAW merancang strategi perlawanan. Beliau menjejerkan tentaranya dalam formasi rapat, sekaligus memerintahkan agar sumur-sumur segera dikuasai guna memutus pasokan air ke pasukan Quraisy. Strategi lainnya adalah mengawali perang dengan pertempuran jarak jauh. Ketika pasukan Quraisy bertolak untuk menyerang, pasukan Islam tidak segera menyambutnya dengan duel fisik langsung, melainkan lebih dahulu menembakkan anak-anak panah dari kejauhan. Setelah itu, baru mereka menghunus pedang dan bertempur satu lawan satu. Dengan strategi yang rapi dan penuh perhitungan, setelah tengah hari, 50 pemimpin suku Quraisy tewas, termasuk Abu Jahal. Sementara sisanya banyak yang kabur. Di sisi lain, korban dari kubu pasukan muslim hanya 14 akhir perang Badar, selain berhasil memukul mundur 1000 tentara dari Quraisy, pasukan muslim pun mengambil rampasan 600 pesenjataan lengkap, 700 unta, 300 kuda, serta peniagaan kafilah Abu Sufyan. Pertempuran Badar diriwayatkan tidak berlangsung lama. Diperkirakan hanya butuh waktu sekitar dua jam bagi pasukan muslim untuk memporak-porandakan pertahanan bala tentara Quraisy, dan memanfaatkan kekacauan tersebut untuk memenangkan perang. Sekembalinya dari Badar, dalam perjalanan pulang, Nabi Muhammad SAW mengucapkan hadis yang sangat penting, yaitu "Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan Badar dan menuju Jihad Besar."Para sahabat keheranan. Perang Badar yang sangat menentukan nasib umat Islam hanya dianggap oleh Rasulullah SAW sebagai Jihad Kecil. Menanggapi hal itu, sahabat pun bertanya “Apakah jihad yang lebih besar itu, Wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Jihad melawan hawa nafsu.”Menundukkan hawa nafsu adalah hakikat dari jihad yang sebenarnya. Oleh karena itu, salah satu hikmah perang Badar di bulan Ramadan adalah ketegaran berjihad melawan hawa nafsu sendiri. Kendati demikian, sebenarnya saat terjadi perang Badar, ada rukhsah atau keringanan bagi umat Islam untuk tidak berpuasa. Hal ini disampaikan oleh Abu Sa'id Al-Khudri dalam hadis berikut "Kami berperang bersama Rasulullah SAW ... di antara kami ada yang berpuasa, ada pula yang berbuka. Orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka, dan orang yang berbuka tidak mencela orang yang berpuasa,” Ibnu Mulaqqin.Baca juga Perang Badar Kemenangan Besar Kaum Muslim di Bulan Ramadan Ramadan ala Rasulullah Kala Perang Badar dan Pembebasan Makkah Sejarah Perang Badar dan Kejelian Politik Nabi Muhammad Perang Badar dan Jihad Akbar Mengubah Tatanan Sosial di Madinah - Sosial Budaya Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom
- Perang Badar terjadi pada 17 Ramadan tahun kedua Hijriah atau 13 Maret 624 Masehi, tepat hari ini 1397 tahun silam. Nabi Muhammad bersama kaum muslimin berada di Badar selama tiga hari, kemudian pulang dengan kemenangan ke kota Madinah sembari membawa tawanan dan sejumlah ganimah atau harta rampasan perang. Menurut Mahmud Syeit Khaththab dalam Rasulullah Sang Panglima 2002 83-110, selama bulan Ramadan 2 H, atau setahun sebelum kalah dalam Perang Uhud, Rasulullah memimpin sebuah kontingen besar kaum muslim untuk memotong jalan kafilah Makkah pimpinan Abu Sufyan yang pulang dari ini merupakan salah satu kafilah terpenting pada tahun itu. Disemangati oleh kesuksesan Ekspedisi Nakhlah, serombongan besar kaum Anshar menyediakan diri untuk bergabung dalam penyerbuan. Sekitar 314 kaum muslim berangkat dari Madinah dan bergerak menuju Badar, dekat pantai Laut Merah, tempat mereka hendak menyergap kafilah pimpinan Abu Sufyan. Ekspedisi ini menjadi salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal Islam. Meski demikian, sebagian dari kaum muslimin yang paling setia tetap tinggal di rumah, di antaranya adalah Utsman ibn Affan. Istrinya, Ruqayyah putri Rasulullah, sedang sakit berat. Semula, kafilah itu tampak seperti akan lolos. Karen Armstrong dalam Muhammad Prophet for Our Time 2006 148-155 mengisahkan, Abu Sufyan mendapat kabar perihal rencana kaum muslim. Maka, alih-alih mengambil rute yang biasa melintasi Hijaz, dia berkelok tajam menjauh dari pantai dan mengirim seorang dari suku setempat untuk pergi ke Makkah mencari Quraisy marah atas keberanian Muhammad yang mereka anggap sebagai penodaan bagi kehormatan mereka. Seluruh pemimpin Makkah bertekad untuk menyelamatkan kafilah itu, termasuk Abu Jahal. Ummayah ibn Khalaf juga mengambil baju perangnya, dan bahkan anggota keluarga Muhammad sendiri berangkat untuk melawannya lantaran yakin bahwa kali ini Muhammad telah bertindak terlalu jauh. Abu Lahab sedang sakit, tetapi dua putra Abu Thalib, pamannya Abbas, dan sepupu Khadijah Hakim bergabung dengan ribuan lelaki yang berangkat keluar dari Makkah malam itu dan berbaris menuju Badar. Sementara itu, Abu Sufyan telah berhasil mengecoh kaum muslim dan membawa kafilahnya menjauh dari jangkauan mereka. Mamar Ibn Rāshid dalam The Expeditions An Early Biography of Muhammad 2014 51-60 mengisahkan, Abu Sufyan mengirim kabar bahwa barang dagangan mereka aman dan pasukan tentara harus kembali titik ini, banyak di antara kaum Quraisy yang enggan untuk memerangi kerabat mereka sendiri di kalangan kaum muslim. Akan tetapi, Abu Jahal tidak mau mendengarnya. “Demi Allah!” teriaknya. “Kita tidak akan kembali hingga kita telah tiba di Badar. Kita akan melewatkan tiga hari di sana, membantai unta-unta, dan berpesta dan meminum anggur; dan anak-anak perempuan akan tampil untuk kita. Orang-orang Arab akan mendengar bahwa kita telah datang dan akan menghormati kita di masa depan.”Namun, kata-kata yang lantang ini menunjukkan bahwa Abu Jahal sendiri tidak mengharapkan sebuah pertempuran. Dia tak punya bayangan tentang kengerian perang. Yang tampaknya dia fantasikan adalah semacam pesta, lengkap dengan puan-puan yang menari. Menurut Reza Aslan dalam No god but God The Origins, Evolution, and Future of Islam 2005 104-129, spirit yang sangat berbeda terdapat di perkemahan kaum muslim. Setelah trauma dan teror hijrah, kaum Muhajirin tidak bisa mempertimbangkan situasi itu dengan terlalu percaya diri dan gegabah. Segera setelah Muhammad mendengar bahwa tentara Makkah sedang mendekat, dia berkonsultasi kepada para kepala suku yang lain. Jumlah tentara muslim jauh lebih sedikit. Yang mereka harapkan adalah sebuah penyerangan biasa, bukan pertempuran besar. Tidak seperti suku Quraisy, suku Aus dan Khazraj merupakan tentara-tentara terlatih, setelah bertahun-tahun peperangan antarsuku di Yatsrib. Akan tetapi, mereka berada dalam keadaan yang sangat buruk dan seluruh kaum muslim berharap mereka tidak mesti dua hari, kedua pasukan saling melempar pandangan dari ujung-ujung lembah yang berlawanan. Tariq Ramadan dalam Footsteps of the Prophet Lessons from the Life of Muhammad 2014 184-187 menuturkan, suku Quraisy tampak mengesankan dalam tunik putih dan persenjataan mereka nan berkilau. Di sisi lain, meski Sa’ad mengucapkan kata-kata yang membakar semangat, sebagian kaum muslim ingin mundur. Ketakutan yang besar merebak di perkemahan itu. Nabi mencoba menaikkan semangat mereka. Dia menuturkan bahwa dalam sebuah mimpi, Allah telah menjanjikan untuk mengirim ribuan malaikat untuk bertempur bersama mereka. Sementara suku Quraisy berpesta dan minum-minum, Muhammad membuat persiapan taktis. Muhammad menjejerkan tentaranya dalam formasi yang rapat dan menempatkan orang-orang di sumur-sumur, mengeringkan persediaan air suku Quraisy dan memaksa mereka, ketika tiba saatnya, untuk naik ke bukit, bertempur dengan pandangan mata silau lantaran sinar matahari. Akan tetapi ketika melihat besarnya pasukan tentara Makkah, Rasulullah menangis. “Ya Allah,” dia berdoa, “jikalau rombongan yang bersamaku ini ditakdirkan untuk binasa, takkan ada seorang pun setelah aku yang akan menyembah-Mu; semua orang beriman akan meninggalkan agama nan sejati.” Muhammad sadar bahwa pertempuran itu akan menjadi penentu. Tekad kuat dalam dirinya telah menjalar kepada para pengikutnya. Sementara itu, kaum Quraisy menjadi semakin waspada. Sean W. Anthony dalam Muhammad and the Empires of Faith The Making of the Prophet of Islam 2020 mengisahkan, para kepala suku telah mengirimkan seorang mata-mata untuk melaporkan pasukan musuh. Sang mata-mata terperangah menyaksikan tekad kuat di wajah-wajah kaum muslim dan memohon suku Quraisy untuk tidak bertempur. Namun Abu Jahal tak bisa menerima alasan apa pun dan menuduh mata-mata itu pengecut. Abu Jahal lantas berpaling kepada saudara lelaki seorang pria yang dibantai oleh penyerang muslim di Nakhlah. Lelaki itu lalu meneriakkan pekik peperangan, dan orang-orang keras kepala melangkah menuju nasib buruk Quraisy mulai bergerak maju dengan perlahan melintasi gurun pasir. Muhammad menolak menyerang terlebih dahulu, bahkan setelah pertempuran dimulai. Dia tampak enggan untuk melepas orang-orangnya hingga Abu Bakar mengatakan kepadanya untuk menyudahi doa dan memimpin pasukan. Dalam pertempuran sengit, kaum Quraisy segera menyadari bahwa mereka sedang menghadapi kemungkinan terburuk. Mereka berperang dengan semangat nekat dan ceroboh, seolah-olah ini adalah turnamen kekesatriaan, dan tidak punya strategi yang terpadu. Sebaliknya, kaum muslim memiliki rencana yang matang. Mereka mengawalinya dengan menyerang musuh menggunakan panah. Setelah itu baru menghunus pedang untuk bertarung satu lawan satu pada menit-menit terakhir. Menjelang tengah hari, suku Quraisy telah kabur, meninggalkan sekitar lima puluh pemimpin mereka, termasuk Abu Jahal yang tewas. Sementara korban di pihak muslim hanya empat belas orang. Armstrong 2006 152. Kaum muslim dengan gembira mulai mengepung tawanan dan menarik pedang-pedang mereka. Dalam perang kesukuan, tidak ada tempat untuk pihak yang tertaklukkan. Korban biasanya dimutilasi, sedangkan tawanan entah dipenggal atau disiksa. Namun Muhammad dengan segera memerintahkan pasukannya untuk menahan diri. Sebuah wahyu turun untuk memastikan bahwa para tawanan perang harus dibebaskan atau ditebus. Infografik Mozaik Perang Badar. Setelah Perang Badar Menurut Ahmed Al-Dawoody dalam The Islamic Law of War Justifications and Regulations 2011 26-57, Muhammad bukanlah seorang pasifis. Muhammad yakin bahwa peperangan kadang tidak terelakkan dan bahkan perlu. Pascaperang Badar, kaum muslim pirsa, bahwa hanya masalah waktu sebelum Makkah akan melancarkan serangan pembalasan, dan mereka menyediakan diri untuk jihad nan panjang dan berat. Akan tetapi, arti utama itu, yang begitu sering kita dengar kiwari, bukanlah “perang suci”, melainkan “upaya” atau “perjuangan” yang dituntut untuk menegakkan kehendak Tuhan dalam tindakan. Kaum muslim diminta untuk berjuang dalam pelbagai bidang intelektual, sosial, ekonomi, spiritual, dan domestik. Terkadang mereka harus berperang, tetapi itu bukan tugas utama mereka. Dalam perjalanan pulang dari Badar, Muhammad mengucapkan sebuah hadis penting yang sering dikutip “Kita baru kembali dari Jihad Kecil peperangan itu dan menuju Jihad Besar”-perjuangan yang jauh lebih penting dan sulit, yakni mereformasi masyarakat dan diri mereka sendiri. Menurut Lesley Hazleton dalam The First Muslim The Story of Muhammad 2013, Badar telah mengangkat Muhammad ke tingkat yang lebih tinggi di Madinah. Tatkala mereka mempersiapkan diri untuk serangan balik dari kaum Quraisy, disepakati sebuah perjanjian antara Nabi dan kaum Arab serta Yahudi di Madinah. Mereka akan hidup rukun bersama kaum muslim, dan berjanji tidak akan mengikat perjanjian yang liyan dengan Makkah. Seluruh warga diminta untuk membela oasis itu terhadap setiap serangan. Konstitusi anyar dengan hati-hati menjamin kebebasan beragama bagi klan-klan Yahudi, tapi mengharapkan mereka untuk memberi bantuan bagi siapa pun yang berperang melawan orang-orang yang bermufakat dalam perjanjian perlu mengetahui siapa yang berada di pihaknya, dan sebagian orang yang tidak bersedia menerima ketetapan dalam perjanjian itu harus pergi meninggalkan Madinah. Mereka mencakup beberapa hanif-istilah Arab yang merujuk kepada agama tauhid yang bukan Yahudi ataupun Kristen-yang pemujaan terhadap Ka’bah menuntut mereka untuk tetap bersetia kepada kaum Quraisy. Bagi mereka, Muhammad masih merupakan figur kontroversial, tetapi sebagai akibat kemenangannya di Badar, sebagian suku Badui bersedia menjadi sekutu Madinah dalam pertempuran yang akan datang. Dalam keluarga Muhammad pun terjadi beberapa perubahan. Martin Lings dalam Muhammad His Life Based on the Earliest Sources 1987 207-218 menyebutkan, sekembalinya dari Badar, Muhammad mendapat kabar duka bahwa putrinya, Ruqayyah, telah wafat. Utsman sedang berduka, namun dengan senang hati menerima uluran tangan saudara perempuan mendiang istrinya, Ummu Kultsum, dan mempertahankan hubungan dekat Utsman dengan Muhammad. Salah seorang tawanan perang adalah menantu pagan Muhammad, Abu al-Ash, yang tetap setia pada agama tradisional. Istrinya, Zainab, yang masih tinggal di Makkah, mengirimkan uang tebusan ke Madinah bersama sebuah kalung perak yang dulu dimiliki oleh segera mengenali kalung itu dan untuk sesaat diliputi rasa duka. Menurut Kecia Ali dalam The Lives of Muhammad 2014, Muhammad membebaskan Abu al-Ash tanpa mengambil uang tebusan itu, berharap akan mendorongnya untuk menerima Islam. Namun Abu al-Ash menolak untuk memeluk Islam, tetapi dengan amat berat hati menyetujui permintaan Nabi agar dia mengirimkan Zainab dan anak perempuan mereka, Umamah, ke Madinah. Di waktu ini juga putri bungsu Muhammad, Fathimah, menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Pasangan itu membangun rumah di dekat masjid. - Politik Penulis Muhammad IqbalEditor Irfan Teguh
ahadun ahad perang badar